INFO

DALAM RANGKA TAHUN BARU MASEHI #2012: BLOG SEDANG DIPERMAK ULANG.

Kemiskinan dan Upaya Pemberdayaan

Written By Informasi singkat tentang saya on Kamis, 11 September 2008 | 13.52

namovanma "Zakat yang Mematikan" Hmm... kalimat ini tiba-tiba saja saya dengar dari atasan saya di kantor setelah mendapatkan satu lembar fax yang berisi tentang tulisan artikel yang berjudul "Zakat harus Membebaskan" tulisan Dosen IAIN Walisongo Semarang.

Sungguh tragis dan ironis peristiwa pemagian zakat yang terjadi pada Senin (15/9) lalu di Pasuruan. Tragedi pembagian zakat ini hingga menewaskan 21 orang mustahik (penerima zakat).
Kemiskinan di Indonesia rasa-rasanya tidak juga berkurang. Semakin lama semakin bertambah saja jumlah orang miskin di Indonesia. Meskipun ada perbedaan jumlah yang diperoleh dari BPS dengan World Bank.

Terlepas dari perbedaan tersebut, fenomena pembagian zakat di Pasuruan yang menewaskan 21 orang tentu menjadi bahan evaluasi bersama dan bisa dijadikan sebagai masukan bagi penggodok RUU Zakat yang tak kunjung diselesaikan.

Pemberian adalah umpan yang menjebak
Isu pemberdayaan atau berbelas kasihan dengan mereka yang tergolong marginal adalah isu hangat yang dapat dijadikan makanan empuk bagi politisi. Sebenarnya tidak hanya politisi saja, masih banyak juga para kader-kader setia yang dengan sepenuh hati ingin membantu memandirikan masyarakat marginal ini.

Seringkali pikiran untuk memberikan sesuatu dengan cara gratis adalah solusi yang efektif untuk menanggulangi kemiskinan dan kekurangan masyarakat marginal di tengah terpuruknya kondisi ekonomi Indonesia. Adanya Bantuan Langsung Tunai (BLT), bakti sosial, atau pemberian dengan cuma-cuma adalah contoh yang biasa dilakukan oleh sebagian besar masyarakat atau bahkan pemerintah.

Memang bukan maksud zakat yang dibagikan di Pasuruan itu adalah bentuk bakti sosial pemerintak kepada mustahik. Akan tetapi, seharusnya upaya pemberian zakat ini bisa diorganisasikan dan dibuat sistemnya dengan baik. Hal ini tentu merujuk pada RUU Zakat yang seharusnya bisa segera diselesaikan. Termasuk juga, adanya upaya pengelolaan dan pemberdayaan mustahik harus diatur juga didalamnya. Agar pemberian di awal yang dilakukan tidak menjebak mereka justru masuk ke dalam jurang kemiskinan yang lebih dalam dan budaya kebodohan yang semakin menjadi karena kondisi tangan yang selalu di bawah.

Tidak ingin menyalahkan siapa-siapa, polisi, pemerintah, atau siapapun. Hal yang terpenting di sini adalah, sekali lagi pelajaran besar dan dalam harus diambil dari fenomena itu. Antara lain, penggodokan RUU Zakat dengan baik, adanya upaya pemberdayaan mustahik dengan bekerja sama dengan stake holder, mempercayakan pengelolaan zakat kepada lembaga-lembaga zakat yang terpercaya/akuntabel.

Menolong Ikan malah Mematikannya
Seperti kisah cerita si kera dan ikan. Pada masa musim banjir, si kera melihat ikan yang ingin menuju ke hulu sungai. Si kera kemudian berasumsi ingin menyelamatkannya dengan segera membawa ikan itu ke tempat yang lebih tinggi. Namun, si kera tidak menyadarinya, sehingga ikan itu akhirnya mati.

Tahu kenapa mati? karena ketika si kera menyelamatkan ikan itu, ternyata tidak dipindahkan ke lokasi yang ada airnya (ikan hidup di air). Ikan dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi di daratan.

Analog cerita di atas, seringkali niat ingin rasanya menolong masyarakat atau orang-orang yang kondisi ekonomi kurang, justru menjerumuskan ke dalam jurang kekeliruan. Seperti cerita di atas, niat ingin menolong agar ikan tidak terbawa arus air (banjir) dan akhirnya berasumsi menyelamatkannya. Ada hal yang tidak dicermati, yaitu air. Sama dengan ini, di satu sisi ingin menyelamatkan masyarakat yang kurang/marginal, akan tetapi dengan cara yang tidak tepat. Hanya dengan memberi saja. Padahal ada sisi lain yang perlu diberdayakan dari mereka.

Pencerdasan Kaum Marginal
Dengan memberdayakan, melakukan pendampingan kepada masyarakat serta memberikan pelatihan-pelatihan kepada mereka adalah upaya untuk bisa mencerdaskan dan mengentaskan mereka dari kemiskinan. Kemiskinan adalah "anak kandung" kebodohan, begitu kata Pak Daniel Rosyid. Itu berarti, apabila masyarakat kita dicerdaskan dengan cara pengadaan pendampingan, paling tidak membantu mereka untuk membantu mengurangi tingkat kemiskinan. Bagaimana bisa? Karena dengan berpikir yang benar, dengan mind set yang tepat akan dapat mengarahkan orang (act) untuk bisa berperilaku yang benar pula. Potensi-potensi yang ada dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi kemiskinan dan persoalan hidup yang mereka dapati.

0 komentar:

Posting Komentar