INFO

DALAM RANGKA TAHUN BARU MASEHI #2012: BLOG SEDANG DIPERMAK ULANG.

Organisasi Kapal Karet dan Kapal Kayu

Written By Informasi singkat tentang saya on Sabtu, 03 April 2010 | 23.43

Saya ingin menuliskan saja apa yang pernah saya dapat dan saya berikan. Minggu lalu, ketika saya coba belajar jadi pemateri, teori ini saya sampaikan pula. Karena kebetulan ada singgungan dengan materi yang diminta. terlalu luas sebenarnya materi yang diberikan dan high level materi yang diminta. Dan itupun hanya cukup waktu kurang dari 2 jam alokasi yg diberikan, karena ya.. gitu deh.... acara molor.

Pertama kali saya berikan adalah gambar ini. Kapal Karet dan Kapal Kayu. Inipun saya dapat dari Pak Dosen, Prof. Fendy Suhariadi yang kini beliau menjabat Direktur SDM dan Keuangannya Universitas Airlangga. Semoga bisa bermanfaat.

"Apa yang anda amati dari kedua gambar tersebut?" Pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh Pak Dosen.
Kami pun menjawab, sungainya, orangnya, bahannya,dan sebagainya.
"
"
"
"
"
"
"
"
"
Mari kita lihat satu persatu.
1. SUNGAI
. Bisa dibilang sungai ini sebagai ARUS. Pada gambar KAPAL KARET, ARUS yang ada cenderung beriak, dinamis, santer (boso jowone), deras. Sedangkan KAPAL KAYU, sebaliknya. arusnya cenderung tenang, damai. Hal ini bisa diibaratkan dalam sebuah organsiasi adalah sebagai kondisi eksternal organisasi. Apakah beriak ataukah tenang.

2. BAHAN
Sifat karet adalah lentur, cenderung fleksibel, tidak mudah patah. Sedangkan kayu adalah kaku, tidak fleksibel, mudah patah.

3. ORANG/PENUMPANG
Orang2nya di perahu karet cenderung mudah berubah posisi, bisa ketengah bisa ke pinggir, bisa ke kanan, bisa ke kiri. Sebaliknya Perahu Kayu, orang2nya cenderung lurus,rapi, tetap pada posisinya selama perlombaan berlangsung.

4. PEMIMPIN/KETUA KELOMPOK
Di perahu kayu cenderung di depan. Posisi leader lebih tinggi daripada anak buahnya. Tidak bisa bergerak maju mundur, bolak balik ke depan ke belakang. Sebaliknya di perahu karet, cenderung bisa berganti posisi, bisa di depan, belakang atau tengah. Dan cenderung tidak nampak, mana leadernya.

5. GERAKAN
Pada perahu kayu, cenderung sama, seragam semua, Ketika pemimpin minta "1 dayung" maka semua akan bergerak sama. "2", maka semua akan mendayung 2, dst. Sebaliknya, perahu karet, tidak demikian. Masing2 anak buah memiliki kreativitasnya masing2 dan saling memahami kondisi untuk sebuah tujuan goal bersama yang dituju.

***
Dari sedikit uraian di atas, dapat diuraikan lagi begini.
Saya awali dulu dengan pertanyaan yg sama yg pernah ditanyakan Pak DOsen kepada kami, "Kamu ingat pemerintahan Soeharto dulu? Trilogi Pembangunan yg pertama apa isinya?"

Waktu itu sebenarnya sy ingin mnjawab, tapi ragu2. Hehehe... dan beliau pun menjawabnya sendiri ketika tidak ada yg benar menjawabnya. (Maklum wis lali...).Jawabnya adalah "Stabilitas KEamanan". Bagaimana Suharto coba mengendalikan yg namanya stabilitas keamanan. Ketika kondisi eksternal aman, sungai tenang, maka para anak buah akan dapat digerakkan dengan arah seragam, satu komando dan satu perintah. Waktu itu sempat Indonesia menjadi "Macan Asia" bukan?. Apa yg terjadi ketika ada anak buahnya yang tidak taat perintah? Maka ilustrasi pada kapal kayu adalah, dia akan terjatuh dan ditinggal. Sedankan pada kapal karet, ketika ada yg jatuh, maka dia akan ditarik dan ditolong untuk bisa diangkat ke atas kapal kembali. Karena masing-masng dianggap berkontribusi dlm kemajuan organisasi utk mensukseskan goal yg dibuat.

Hal ini nampak pada kesatuan arah (top down), kesatuan gerak, kesatuan perintah/komando, termasuk kesatuan seragam (hehehe...). Sebaliknya yg kapal karet nampak pada kreativitas, mereka hanya diberikan garis umum saja terkait dengan goal yg akan dicapai. Bahkan mereka cenderung berbuat lebih hanya utk mencapai sebuah goal bersama yg dituju itu.

Posisi pemimpin pada kapal kayu cenderung di depan, ia lebih tinggi duduknya, Dengan harapan dia bisa memantau setiap pekerjaan yg dilakukan anak buahnya. Yg ada hanyalah "kerja-kerja-kerja-dan kerja". Ketika ada yg "membangkang" maka dia akan terjatuh/dijatuhkan dan ditinggal. Sebaliknya kapal karet tidak demikian. Pemimpin dia bisa didepan, tengah atau belakang. Lebih fleksibel. Seperti ajarannya Ki Hajar Dewantoro katanya (Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani).

Bahan karet dan kayu berbeda. Cb saja anda bayangkan, bagaimana ketika perahu kayu ditaruh di sungai yg beriak tadi? yg cenderung dinamis? Maka, yg terjadinya adalah kapal bisa pecah, patah. Sebaliknya jika kapal karet ditaruh di sungai yg diam, bisa saja berjalan, tapi lambat.

Ini memberikan kita pengertian kepada para setiap pemimpin (setiap diri adalah pemimpin), terkait dgn keadaan organisasi kita. Kenapa ada yg kemudian "dikeluarkan?" mungkin dirinya merasa lebih bs memberikan solusi, kenapa kok tdk diperhatikan?, dsb bisa jadi organsiasi anda adalah kapal karet. jika kondisi eksternal lagi tenang, baguslah itu, Tp ketika kondisi lagi dinamis, waaah... bisa2 jadi pecah kapal anda. buyar, wis nggak jadi pemenang lomba.

Terkadang atau sering banyak yg kemudian protes dan kurang memahami ini. Pada beberapa instansi atau perusahaan, adalah masih wajar ketika (maaf) direkturnya orang2 Cina, terus para manajernya orang Cina juga yg sealiran. Direkturnya orang berpartai Merah/Kuning/Hijau, maka para manajernya akan demikian juga. Dan ini ternyata secara praktis realitas adalah wajar adanya demikian.

Yang pastinya, yang perlu dipahami adalah bagaimana diri kita mampu melihat struktur apa yang akan atau sedang kita masuki. Lantas dengan cara yang seharusnya seperti bagaimana yang harus dan bisa kita lakukan untuk tetap bertahan, apabila dan ketika kita memiliki sebuah misi yang harus ditunaikan? Seringkali ini tidak dipahami oleh kebanyakan orang. Baik follower maupun leadernya sendiri. Selain itu, sebagai leader dalam sebuah organisasi pun juga harus memahami dan mengerti arus sedang berpihak dan bergerak ke arah mana. Dan dalam kondisi seperti inilah seorang leader dituntut untuk mampu mengambil keputusan, organisasinya akan digerakkan oleh kapal yang mana. Dan sebagai follower yang baik, kita juga harus mengerti kondisi arus. Minimal, jika kita tidak memahami kondisi arus eksternal, maka taat dan trust kepada leader harus ditanamkan, sekalipun leader kita adalah seorang pengambil kebijakan yang buruk. Itu menurut saya. Mengapa demikian? Karena kita juga merasa tidak paham dan tidak tahu. Sama-sama tidak paham, jangan memberontak. Barulah jika Anda sebagai anak buah dan paham organisasi, dengan kemampuan people skill yang baik, sampaikan gagasan segar Anda kepada leader Anda. Apabila leadernya nggak tertarik juga sama gagasan Anda, seperti prinsipnya markting berusahalah lagi. Jika tidak bisa dan bahkan ditolak? Ya sudah, Anda adalah pemegang keputusan. Pilihannya hanya ada 2. Take it or Leave it. Tetap ambil pekerjaan atau amanah yang sekarang atau tinggalkan.

Semoga Bermanfaat. Salam Manfaat!

2 komentar:

mbah jiwo mengatakan...

bahan baru nih...

Informasi singkat tentang saya mengatakan...

semoga bermanfaat mbah. bagi2 ilmu saja.tapi mohon maaf mbah nggih, bahasanya masih amburadul. itu copas dari tulisan di FB saya. maklum waktu itu lagi esmosi menuangkannya, sampe belum ta edit sama sekali. kecuali paragraf terakhir yg masih rada bagusan :D

Posting Komentar