INFO

DALAM RANGKA TAHUN BARU MASEHI #2012: BLOG SEDANG DIPERMAK ULANG.

Lupakah Bahwa Saya Akhwat dan Antum Ikhwan?

Written By Informasi singkat tentang saya on Rabu, 19 Desember 2007 | 20.30

First story

Terdengar suara tertawa terbahak-bahak dari sebelah utara ruang kerjaku. Dan kutengok ternyata, “oh… orang itu”. Tempat dudukku yang lurus dengan pintunya itu tak sulit jikalau melihat teman-teman sekantorku yang mayoritas adalah ikhwah itu kulihat. Kulihat di situ ternyata ada salah seorang ikhwan yang memang belum menikah terlihat sedang bercanda dan tertawa dengan beberapa akhwat yang notebennya juga belum menikah.

Second

Di sebuah acara yang penyelenggaranya ikhwah juga, ternyata tak jauh beda. Suara gelak tawa dan candaan yang menurut saya sudah “terlalu” pun terdengar. Beberapa peserta sempat mengeluh dan bercerita, “kok kayak gitu ya interaksinya?” ada juga yang bilang, “mbak, coba liaten interaksi mereka. Ada yang nggak ghadhul bashar kan?” bilangnya.Makna tundukkan pandangan dalam QS. An-Nisa memang tidak ditafsirkan sekedar menundukkan pandangan dan tidak melihat sama sekali antar lawan jenis. Fenomena di atas hanyalah sepenggal cerita yang pernah saya alami dan lihat. Judul dari tulisan ini pun, saya dapatkan ketika saya termasuk dalam hawa-hawa canda/interaksi yang saya anggap sendiri berlebihan. Alhamdulillah, sang buah hati yang dianugerahkan Allah kepadaku berupa “hati” senantiasa mengingatkan dan memberikan rasa sebagai signal bahwa ini pertanda harus dikurangi intensitasnya atau dihindari sama sekali.

Tak ingin diri menjadi orang munafik dengan mengakui dan menjudgement bahwa mereka kok begitu dan saya nggak pernah melakukan itu. Sebagai manusia biasa dan banyak dosa, saya sendiri juga tak bisa menghindari candaan dan perbincangan yang sifatnya harus tunduk dalam artian secara letter leg. Tidak bisa. Cuman seperti apa yang diajarkan Rasulullah bahwa kita diharuskan bersikap wajar dan jangan berlebihan. Serta apa-apa yang menjadikan hati kita tentram itu adalah hal yang baik. Begitu sebaliknya.

Citra interaksi ikhwan-akhwat yang senantiasa terlihat bahwa hijabnya kuat. Kalau berbicara suka menundukkan pandangan, merupakan citra tersendiri buat kita sebagai para aktivis jamaah ini. Sehingga ketika sebuah citra sudah tersosialisasikan dan terinternalisasi, akan sulit kemudian merubah atribut yang telah melekat. Tentu tidak mudah untuk merubahnya. Baik masyarakat yang berperan sebagai pemerhati maupun bagi kader sendiri. Akan sulit ketika, di organisasi mereka harus menundukkan pandangan (tanpa melihat), hijab kuat, dan sebagainya tiba-tiba mereka dihadapkan pada kondisi yang sebaliknya. Rapat tanpa hijab, berbicara saling berpandangan, dan sebagainya. Akan menjadi shock therapy tersendiri bagi yang mengalaminya. Tapi itulah kondisi yang hadapi. Ketika terjuan di masyarakat, kita tidak bisa menundukkan secara penuh seperti apa yang telah kita lakukan ketika di organisasi.

Sebagai orang yang sudah bekerja, saya kini mencoba untuk menyelami dan memahami. Kenapa mereka seperti itu. Yah, mungkin karena mereka sudah bekerja. Rata-rata, menurut pengamatan saya, orang yang seringkali berinteraksi dengan masyarakat, mereka justru akan terkesan lebih loggar memang. Baik pandangan maupun interaksi. So, bisa jadi kebiasaan itu terbawa ketika di organisasi. Sama-sama sudah bekerja, sudah banyak yang memiliki (baca: menikah), sehingga interaksi mereka terkesan longgar atau cair.

Akan tetapi...Semua harus dilakukan dalam porsi yang wajar. Tidak berlebihan dan terlalu. Karena sesuatu hal yang sifatnya terlalu, tentu akan menjadi tidak baik. Ibadah sekalipun. Begitu juga, ketika kita bercanda dengan lawan jenis. Perlu kita sadari bahwa, memang kita manusia biasa. Tapi kita juga perlu sadari bahwa, kita berbeda. Saya akhwat dan antum adalah ikhwan.

0 komentar:

Posting Komentar