INFO

DALAM RANGKA TAHUN BARU MASEHI #2012: BLOG SEDANG DIPERMAK ULANG.

Pendidikan anak kita, dimulai dari diri kita saat ini

Written By Informasi singkat tentang saya on Minggu, 13 Januari 2008 | 07.12

Masih ingat sebuah kisah seorang pemuda yang memakan apel tanpa meminta ijin pada pemiliknya? Oke, bisa kita ulangi lagi kalau terlupa. Dulu kala, ada seorang pemuda yang tengah lapar sewaktu di perjalanan. Dilihat dan didapatkanlah sebuah pohon apel, lalu dia memetik dan akhirnya memakannya. Karena lapar tak tertahankan. Ditengah ia memakan apel itu, dia terdiam sejenak dan ingat. “Apel ini milik siapa?” katanya. “Tidak mungkin apel ini tumbuh di sini, tidak ada empunya.”.

Akhirnya karena komitmennya yang luar biasa, pemuda itu pun menyusuri perjalanan dan bertanya-tanya serta mencari informasi siapa pemilik apel tersebut. Perjalanan jauh telah ditempuh ternyata belum menemukan juga. Singkat cerita, akhirnya pemuda itu menemukan juga si pemilik apel tersebut. Akhirnya, sang pemuda menyampaikan apa maksud kedatangannya. Maksudnya adalah untuk meminta maaf dan meminta perijinan atas buah apel yang telah dimakannya.

Sang pemilik pun menolak. Akhirnya, sang pemilik memberi persyaratan permintaan sang pemuda diterima setelah sang pemuda bekerja untuknya beberapa tahun tanpa dibayar. Setelah bekerjanya selesai, akhirnya sang pemuda meminta kembali persetujuan. Namun, kembali lagi sang pemilik belum mengikhlaskan satu buah apel yang telah dimakannya. Sang pemuda pun diberikan syarat, bahwa dia harus menikahi anak perempuannya yang buta, bisu, dan tuli. Apa mau dikata, karena besarnya komitmennya terhadap Islam, akhirnya pemrintaan sang pemilik pun diterima.

Setelah menikah dan melihat sang istri, sang pemuda pun kaget karena tidak seperti apa yang disampaiakan oleh sang pemilik tersebut. Buta, bisu, dan tuli lebih dimaknai sama sekali terjauh dari maksiat. Akhirnya pernikahan keduanya melahirkan seorang tokoh besar, yaitu Imam Syafi’i.

Dari cerita di atas, kita tentunya bisa belajar mengambil pelajarannya. Salah satu pelajaran yang bisa diambil adalah penciptaan dan pembentukan anak sejak sedini mungkin dan itu dimulai dari diri kita sebelum menikah sekalipun. Dari contoh kisah di atas, komitmen pemuda (sebelum menikah) yang cukup tinggi terhadap Islam, menghasilkan anak yang akhirnya tidak kalah dengan profile sang ayah. Justru lebih besar anaknya.

Masih ada diantara masyarakat kita yang memaknai bahwa pendidikan adalah dimulai ketika mereka sudah bersekolah. Menginjak play group atau TK. Adalah salah ketika kita memaknai seperti itu. Apabila memaknai ketika masih di dalam kandungan, masih bisa diterima lah, tapi kalau harus menunggu masuk usi sekolah, itu yang tidak benar.

Sikap dan amal kita saat ini, terutama yang belum menikah seharusnya patut sangat dipikirkan dan diperhitungkan. Ternyata Allah memerintahkan setiap diri untuk selalu dan senantiasa memperbaiki diri adalah bukan hanya untuk sekedar mengabdi kepada-Nya. Akan tetapi ada efek lain yang kemudian sifatnya kontinum dan itu menguntungkan diri kita sendiri. Perbaikan setiap saat juga bukan hanya untuk mendapatkan istri atau suami yang seperti apa yang kita harapkan. Tidak sependek dan sekedar itu saja. Namun, lebih dari itu terutama dalam menghasilkan dan mendidik anak nantinya.

Pondasi perbaikan diri yang dimiliki setiap diri individu, menjadi modal berharga bagi perkembangan dan pendidikan anak nantinya. Bagaimana harus memperlakukan anak, bagaimana harus menjadi teladan anak, bagaimana harus bersikap kepada anak untuk mengajarkan ajaran Islam yang agung.

0 komentar:

Posting Komentar