Oleh: Agus Sjafari
Lembaga pendidikan mulai dari pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi, dalam jangka panjang harus menjadi pusat persemaian para lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dalam bersaing dengan lulusan-lulusan lain baik tingkat daerah, nasinal bahkan tingkat internasional. Lembaga pendidikan merupakan investasi negara yang sangat menentukan masa depan negara ini. Dengan demikian negara atau pemerintah jangan sekali-kali menyepelekan dan memarginalkan perkembangan pendidikan.
Persemaian lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif yang baik di banyak level itu harus lahir dari komunitas yang memiliki kualitas terbaik dan unggul. Dan, setiap lembaga pendidikan harus memiliki sistem dan komunitas yang kuat untuk dapat melahirkan para lulusan yang berkualitas. Komunitas tersebut terdiri dari unsur-unsur sivitas akademika, antara lain tenaga pengajar, karyawan dan anak didik, bahkan lingkungan yang memiliki keunggulan kompetitif. Komunitas yang memiliki keunggulan kompetitif tersebut tentunya harus dibangun melalui sistem pengelolaan fakultas yang jujur, profesional, memiliki etos kerja yang tinggi, amanah, serta memiliki atmosfer akademis yang unggul.
Konsep pendidikan berbasis komunitas pada dasarnya mengacu kepada konsep pemberdayaan komunitas, yaitu bagaimana membuat komunitas pendidikan menjadi berdaya dan mampu memecahkan persoalan-persoalan pendidikan yang dihadapi untuk memenangkan persaingan dengan dunia luar.
Pembangunan komunitas pendidikan mensyaratkan sikap demokratis, yakni semua orang yang ada dalam komunitas memiliki hak yang sama untuk memajukan dan memberikan kontribusi terhadap komunitas tersebut, dan adanya kepercayan (trust) di antara anggotanya. Tanpa itu, bangunan komunitas akan hancur, karena kepercayaan merupakan salah satu modal sosial (social capital) yang sangat tinggi dalam membangun kekuatan komunitas pendidikan tersebut.
Pola hubungan kemitraan (partnership) dalam komunitas pendidikan perlu dibangun dengan kuat. Tidak ada dominasi satu di atas yang lainnya, sehingga tidak bersandar pada orang per orang.
Hal lain yang perlu dibangun dalam memperkuat komunitas pendidikan tersebut, tidak lain adalah intensitas komunikasi. Komunitas yang kuat dibangun berdasarkan aliran komunikasi (communication flow) yang lancar dan tidak tersendat-sendat. Kegiatan dalam sebuah organisasi dan komunitas 80% merupakan kegiatan komunikasi. Komunikasi yang macet akan berdampak buruk terhadap komunitas.
Eksistensi sebuah komunitas pendidikan pada dasarnya harus eksis dan selalu survive dalam perkembangan dunia yang selalu berubah. Sebuah komunitas dianggap kuat dan unggul apabila komunitas tersebut mampu bersaing dan terus-menerus menghasilkan SDM yang selalu dibutuhkan oleh pasar. Di samping itu, komunitas tersebut mampu selalu berkarya dan menghasilkan output pendidikan yang bermanfaat bagi lingkungannya.
Agar komunitas pendidikan tersebut mampu memiliki daya saing yang tinggi, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan oleh komunitas tersebut, antara lain: adaptability (mampu beradaptasi), growth (tumbuh), integrity (memiliki integritas), dan locality (memanfaatkan potensi lokal). Adaptability adalah proses penyesuaian pengelolaan lembaga pendidikan terhadap perubahan-perubahan yang di dalamnya memiliki keunggulan kompetitif yang dibutuhkan oleh lingkungan, baik lokal, nasional maupun internasional. Dalam konteks ini yang sangat dibutuhkan adalah membangun kompetensi pengelola manajemen pengelola pendidikan dengan menggunakan standar-standar yang objektif dan ilmiah.
Pola adaptasi yang perlu dilakukan oleh manajemen pengelola pendidikan adalah selalu melakukan studi komparatif dengan lembaga pengelola pendidikan lain yang lebih maju. Selain itu, membuka diri untuk masukan dari pada stakeholder yang peduli terhadap komunitas pendidikan tersebut.
Sedangkan growth adalah proses memberikan nilai tambah kepada segenap sivitas akademika yang ada di lingkungan komunitas pendidikan. Pertumbuhan dalam hal ini dilakukan dengan meningkatkan kompetensi bagi segenap sivitas akademika di lingkungan komunitas tersebut. Pertumbuhan itu dilihat dari sisi kualitas, yakni memperkuat aspek kompetensi, dan dari sisi kuantitas, yakni meningkatkan kuantitas peserta didik sesuai dengan kebutuhan dari komunitas tersebut.
Integrity adalah sebagai sebuah proses untuk meningkatkan budaya akademis di lingkungan komunitas pendidikan tersebut. Budaya akademis yang dimaksud adalah terjadinya proses transfer of knowledge bagi setiap anggota komunitas tersebut. Kondisi ini tidak hanya terjadi hanya bagi tenaga pengajar dan peserta didik, melainkan juga terjadi bagi karyawan di lingkungan komunitas tersebut.
Budaya akademis yang dibangun dalam komunitas tersebut tidak lain adalah selalu membuat standar yang objektif dalam setiap kegiatan. Budaya akademis tidak lain adalah selalu menggunakan logika berpikir rasional dan memperkecil subjektivitas dalam setiap kegiatan.
Sementara locality adalah proses mengangkat nilai-nilai lokal yang ada di lingkungan komunitas untuk diadaptasikan ke dalam kurikulum yang memiliki nilai jual dan memiliki daya serap yang tinggi bagi masyarakat, baik bagi masyarakat di daerah khususnya maupun masyarakat Indonesia umumnya.
Potensi lokal yang ada di lingkungan komunitas tersebut pada dasarnya sangat banyak yang bernilai dan memiliki nilai jual yang tinggi. Menggali potensi lokal tersebut tidak lain dengan menggunakan proses analisis dan penelitian terhadap kondisi eksternal lingkungan di luar komunitas.
Apabila beberapa prinsip dasar tersebut dapat dilakukan secara baik oleh komunitas, maka komunitas tersebut mampu menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas dan memiliki daya saing yang tinggi. (http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=191544)
Penulis adalah dosen FISIP Untirta, peneliti di
The Community Development Institute (CDI), kandidat doktor IPB
0 komentar:
Posting Komentar