Sebuah kalimat pendek, tapi dalam maknanya. Kalimat ini senantiasa teringat dalam pikiran, sewaktu akan meminta ijin dan ijin. Kalimat itu pendek memang, tapi sungguh dalam maknanya. Kalimat itu saya dapatkan ketika waktu itu, kantor ada kegiatan baksos ke daerah binaan secara serentak dalam waktu 5 hari. Saya waktu itu diamanahi sebagai koordinator konsumsi. Kayaknya hanya bagian konsumsi, tapi bro.... ternyata di lapangan butuh pengamanan yang cukup baik.
Hari ketiga, pelaksanaan baksos itu bertepatan dengan hari Lokakarya Nasional di Jogjakarta. Maklum ada loknas di Jogja, kebetulan terkait dengan kebutuhan organisasi. Keinginan untuk ikut, akhirnya tersampaikan dan diperbolehkan, hingga akhirnya kalimat itulah muncul dari sang atasan.
Bagi saya luar biasa kalimat pendek itu, hingga membekas sampai sekarang. Sebuah kalimat yang bisa menjadikan saya berpikir dan kemudian belajar, arti sebuah tanggung jawab dari sebuah amanah besar. Bukan berarti selain di kantor tidak pernah belajar tanggung jawab, akan tetapi saya bari tersadar bahwa arti sebuah tanggung jawab yang benar-benar adalah seperti itu. "Silahkan ijin, asalkan beres!" Coba saja bayangkan, waktu itu saya hanya punya 1 orang anggota saja. Kondisi fisiknya kurang kuat ketika harus diminta jadi orang lapangan.
Tapi, semua karena Allah ini semua terjadi. Alhamdulillah hari ketiga saya bisa ikut ke Jogja, dan anggota saya pun fisiknya kuat hingga hari kelima.
****
Sebuah pembelajaran kecil, bisa kita dapatkan di mana saja, asalkan kita mau mengambilnya. Pembelajaran sebuah tanggung jawab di atas, saya rasakan belum saya dapatkan sekalipun di organisasi. Terkadang atau sering, kita mudah mengijinkan orang atau bahkan kita sendiri adalah pelaku yang pergi tanpa ijin??? Wis pokoke lungo dan ilang. Tanpa konfirmasi atau bahkan agak memaksa untuk ijin pergi meninggalkan tugas yang sekarang diembannya.
Di sisi lain, sebagai orang atau pihak yang memberi ijin, kadang kita terlalu mudah atau bahkan terlalu sulit untuk mengijinkan orang. Itupun, kita jarang untuk berpikir tentang "esensi" yang harus tetap dijalankan. Kita boleh mengijinkan orang lain dengan alasan syar'i dan tidak memberikan ijin dengan alasan tidak syar'i. Tapi kadang kita lupa, apakah ketika kita mengijinkan orang itu, kita meminta atau mengajarkan sebuah arti tanggung jawab pada si pemegang amanah, bahwa ketika ia pergi/tidak ada apakah sudah dipastikan bahwa tugasnya sudah beres?
Sebaliknya kita, melarang orang lain untuk ijin, apakah sudah dipastikan bahwa sebenarnya ketika yang bersangkutan pergi pun tak masalah, karena semuanya sudah beres? Dalam artian sebuah esensi dari tugas itu sudah tercapai. Alasan syari dan tidak syar'i tentu menjadi pertimbangan. Namun, sebuah hal pelajarn besar yang perlu didapatkan adalah arti sebuah tanggung jawab itu sendiri.
Di sisi lain, sebagai orang atau pihak yang memberi ijin, kadang kita terlalu mudah atau bahkan terlalu sulit untuk mengijinkan orang. Itupun, kita jarang untuk berpikir tentang "esensi" yang harus tetap dijalankan. Kita boleh mengijinkan orang lain dengan alasan syar'i dan tidak memberikan ijin dengan alasan tidak syar'i. Tapi kadang kita lupa, apakah ketika kita mengijinkan orang itu, kita meminta atau mengajarkan sebuah arti tanggung jawab pada si pemegang amanah, bahwa ketika ia pergi/tidak ada apakah sudah dipastikan bahwa tugasnya sudah beres?
Sebaliknya kita, melarang orang lain untuk ijin, apakah sudah dipastikan bahwa sebenarnya ketika yang bersangkutan pergi pun tak masalah, karena semuanya sudah beres? Dalam artian sebuah esensi dari tugas itu sudah tercapai. Alasan syari dan tidak syar'i tentu menjadi pertimbangan. Namun, sebuah hal pelajarn besar yang perlu didapatkan adalah arti sebuah tanggung jawab itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar