Sebuah cerita mengalir dari mulut seorang adik angkatan di kampus saya. Secara detail dia bercerita tentang kisah temannya beberapa hari yang lalu. Singkat cerita sang teman ini hendak pergi ke kampus. Jarak rumah dengan kampus cukup jauh, masih harus menempuh dengan naik 2 lyn (angkot). Pada kesempatan pertama (lyn 1), yakni arah dari rumah ke Joyoboyo (terminal lyn 1). Tidak disangka, ternyata hari itu adalah hari yang bertepatan dengan para sopir angkot di Surabaya hendak berdemonstrasi menentang kenaikan BBM. Singkatnya, para sopir angkot pun berduyun-duyun demonstrasi dan tidak ada satu pun angkot di Surabaya mengangkat penumpang, kecuali hendak ikut demo.
Walhasil, sang teman ini pun tidak bisa pergi ke kampus dengan naik lyn lagi. Padahal jaraknya masih cukup jauh. Kira-kira 10 kilometer. Tidak menelpon orang tuanya, tidak naik becak, tidak pula menelpon temannya yang di kampus untuk menjemputnya. Tapi motivasi yang cukup tinggi, dia akhirnya menyusuri jalan dengan kedua kakinya untuk pergi ke kampus. Wah, luar biasa ya.
Usut punya usut sang adik angkatan saya kemudian bertanya, apa alasannya dia membela untuk ke kampus?Kuliah pun juga tidak banyak mata kuliah pas hari itu. Bahkan sudah terlambat. Namun, jawaban yang diberikan pun singkat. "Karena aku sudah janjian sama teman untuk kerja kelompok di kampus".
Sang adik kelas pun berbilang, "Wah mbak, mungkin yen aku ngono, mending mulih."
Ini adalah cerita pertama.
Cerita ke dua: Dalam sebuah organisasi. Tepatnya adalah organisasi yang menampung para mahsiswa yang menamakan dirinya aktivis. Pada suatu kesempatan, dikatakan bahwa dia banyak mengeluh akan amanah yang diembannya. Bukan karena amanahnya yang sudah setumpuk, bukan pula karena masalah yang dihadapinya menggunung. Tapi merasa bahwa dirinya tidak mampu melakukan. Padahal, jika dilihat usaha dan hasil pun belum banyak dilakukan.
Dari dua cerita di atas, sebuah hikmah terbesar yang bisa kita dapatkan adalah, bahwa kita seringkali mematok diri kita lebih pada harga/batasan minimal daripada maksimal dan optimal. Why? Alasan-alasan yang sebenarnya tidak masuk akal, alasan-alasan yang sebenarnya hanya karena urusan demotivasi, like-dislike, dsb seringkali dijadikan sebagai sebuah kambing hitam dalam menjalankan sebuah tugas/amanah.
Padahal Allah sendiri berjanji bahwa tidak akan mungkin seorang hamba itu diuji melebihi batas kemampuannya. Sehingga, seharusnya kita memahami betul apa yang dimaksud Allah di sini. Pernahkan kita bertanya, sebatas mana kemampuan kita? Sebatas mana kekuatan kita? Padahal jangan sampai kita berbilang bahwa kita beriman, bahwa kita tidak mampu, tidak bisa sebelum Allah menguji kita. Sebelum kita mencoba apa yang sedang kita hadapi.
Entah kenapa, manusia atau bahkan diri kita sendiri seringkali mematok harga minimal itu. Setiap manusia yang diciptakan Allah, tidak mungkin tidak ada yang bermanfaat dan tidak mungkin tidak memiliki potensi. Terlepas apakah potensi kebaikan atau keburukan. Bolehlah kita rendah hati, tapi bukan berarti merendahkan harga hati itu sendiri. Harga hati untuk memunculkan spirit seharusnya dipatok maksimal. Karena hati bisa dijadikan sebagai spirit untuk melakukan perjuangan dalam hidup. Hati yang menggerakkan anggota tubuh untuk mau melakukan ataukah tidak.
Dari cerita di atas, apakah kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa pasti berjalan sekitar 10 kilometer tidak akan kuat, padahal belum dicoba? Boro-boro dicoba, niat untuk bisa saja belum, apalagi usaha.
Kenapa juga kita seringkali beralasan tidak bisa dan tidak mampu padahal kita belum mencoba? Menarik ketika melihat sebuah cuplikan film (Facing the Giants) yang juga pernah saya tulis di blog ini. Sebuah kalimat dari sang pelatih yang cukup memotivasi anak buahnya untuk melakukan latihan rangkak maut yang akhirnya mampu mencapai garis start awal lapangan hingga pojok lapangan adalah, "Berikan usaha terbaikmu! Jangan berhenti sebelum merasa maksimal tidak punya tenaga lagi!".
Sekali lagi, manusia dibekali dengan segenap potensinya. Kenali diri dan potensi untuk bisa mengembangkan diri kita. Sehingga kita mampu berkontribusi untuk umat ini. Jangan mudah terperdaya dengan ketidakmampuan/ketidakberdayaan kita. Dan jangan mudah mengatakan bahwa "saya menyerah" atau "saya tidak mampu" dengan begitu saja, sebelum mencoba. Sungguh Allah tidak memberikan batasan yang pasti akan kemampuan seseorang. Yang pastinya, Allah memberikan ujian adalah sesuai dengan kadar keimanan seseorang. Ketika seseorang lulus dari tangga pertama, maka Allah akan memberikan kelulusan dan mengangkatnya ke tangga kedua. Di sini dia akan diberikan ujian lagi sesuai dengan kemampuannya. Jika lulus, maka Allah akan menaikkannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Begitu seterusnya, begitu seterusnya.
So, positif thinking saja kepada Allah. Kalau kita yakin bahwa Allah memberi ujian kepada kita adalah sesuai dengan kemampuan diri kita. Maka pahamilah itu, bahwa seberat apapun ujian kita rasakan, bahwa sesungguhnya menurut Allah kita itu mampu untuk mengahadapinya! Seberat apapun itu. So, tidak mungkin kalau menurut Allah kita tidak mampu, Allah memberi ujian itu! So, patoklah harga maksimal. Dan jangan mudah merasa puas atas karya dan kontribusi yang sedang dan pernah kita berikan. Semakin banyak menjelajah, sudah seharusnyalah semakin ingin berkembang dan melebarkan sayap untuk kontributif.
INFO
DALAM RANGKA TAHUN BARU MASEHI #2012: BLOG SEDANG DIPERMAK ULANG.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar