INFO

DALAM RANGKA TAHUN BARU MASEHI #2012: BLOG SEDANG DIPERMAK ULANG.

Laskar Pelangi: Episod perjuangan guru yang mengagumkan

Written By Informasi singkat tentang saya on Selasa, 21 Oktober 2008 | 21.44

Judul di atas saya dapatkan begitu saja ketika ingat adik-adik kontrakan mengulas kembali cerita dari film Laskar Pelangi. Kebetulan saya juga sudah pernah lihat film itu bersama orang kontrakan juga. Terharu, tertawa semua campur aduk ketika melihat film ini.

"Film itu kurang panjang lagi ceritanya" itulah komentar saya setelah melihat film di Delta 21 Surabaya ini. Karena ketika puncak emosi itu mulai terasa, seolah tidak ingin atau tidak rela film itu selesai. Inginnya masih ada lagi atau diteruskan. Betapa tidak? Jujus saya belum membaca penuh bukunya. Namun, ada beberapa point yang rasanya saya ingin memintanya diperpanjang ceritanya. Kalau kata Mira Lesmana, produser film ini dalam perbincangan di "Apa Kabar Indonesia Malam" TVone, cerita yang ada di film tersebut memang tidak semua digambarkan. Karena memang tidak mudah untuk memindahkan cerita buku ke media fil layar lebar. Jadi perlu ada fokus-fokus cerita yang ditampilkan lebih detail di film tersebut.

Saya tertarik atas semangat yang diberikan Pak Harfan, selaku Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Gantong. Seringkali dia menyebutkan bahwa "Banyak-banyaklah memberi, dan jangan banyak-banyak mengharapkan/meminta" dan juga semangatnya untuk terus sekolah. Begitu juga dengan Ibu Muslimah. Satu-satunya ibu guru yang masih bertahan mengajari di sekolah tersebut. Barangkali teladan kedua guru ini tidak banyak didapatkan di sekitar kita.

"Subhanallah" kataku. Ketika melihat perjuangan kedua guru itu untuk tetap menyemangati dan mendidik 10 muridnya, di mana salah satunya anak berkebutuhan khusus. "Luar biasa" kataku sambil memegang kaca mataku yang hampir saja dialiri air mata. Hiks... hiks... Keistiqomahannya perlu dicontoh dan diacungi jempol.

Berkaca pada film tersebut, disadari atau tidak, diterima atau tidak, kondisi dalam film tersebut merupakan gambaran nyata pengalaman penulisnya, Andrea Hirata sewaktu kecil dulu. Sekolah dengan hanya 10 siswa, 3 orang guru dan akhirnya hanya 1 orang guru saja, fasilitas seadanya, kapur tulis yang sering kas bon, gedung yang hampir rubuh, hanya dari kayu seadanya, buku yang juga terbatas.

"Kok yo onok yo pak sekolah koyok ngono? Ya Allah..." kataku kepada salah seorang rekan kantor sewaktu sharing juga tentang film ini. "Hayo... piye PB (Pena Bangsa)? Piye sekolahe? Hayo PB nggawe sekolah?" kata rekan kerjaku mengomentari balik kepada salah seorang koordinator program Pena Bangsa, salah satu program pendidikan yang ada di kantorku.

Memang sunatullah, bahwa sesuatu yang kurang diberikan Allah kelebihan untuk bisa dijadikan pelajaran. Allah memberikan kelebihan pada siswa Laskar Pelangi ini. Contoh saja Lintang. Meskipun pada akhirnya dia harus putus sekolah karena ayah dan ibunya telah tiada dan harus menghidupi adik-adiknya. "Hmm... otaknya sudah seperti kalkulator saja" kataku mengomentari anak itu. Bagaimana tidak? Diberikan pertanyaan, nggak perlu pake oret-oretan di kertas, dia hanya diam dan memejamkan mata sejenak, jawaban pun muncul. Ikal dan Mahar pun juga memiliki kelebihan sendiri.

Menurut Howard Gardner, kecerdasan itu terdiri dari 7 macam. linguistic, logical-mathematical, spatial, bodily-kinesthetic, musical, interpersonal, intrapersonal. Lintang adalah salah satu contoh siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematis. Sedangkan Mahar adalah salah satu anak yang memiliki kecerdasan musik. Coba saja bayangkan jikalau pendidikan Indonesia seperti saat sekarang ini? Setiap anak "dipaksa" untuk makan semua jenis mata pelajaran dan harus menguasai. Ujian akhir mensyaratkan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika harus sesuai dengan standar. Jika tidak maka ujian juga tidak akan lulus. Meskipun, dia anak yang prestatif di bidang lainnya seperti kisah atlet dari luar Jawa (lupa namanya) yang berhasil memenangkan lomba lari tingkat nasional. Hanya karena nilai matematikanya di bawah standart, ujian pun tak lulus.

Yang membuat saya tersenyum dan terharu juga adalah ketika siswa Laskar Pelangi ini mengikuti ujian bersama. Ketika siswa lain mengenakan seragam dan sepatu, mereka hanya menggunakan baju seadanya dan sepunyanya serta sendal yang terbuat dari ban karet :)

Adalah bagus film Laskar Pelangi menjadi contoh dan potret pendidikan di Indonesia. Bahwa tidak harus siswa "dipaksakan" untuk mengikuti doktrin-doktrin lulus=3 mata pelajaran minimal sesuai dengan standart. Potret yang menggambarkan bahwa sekolah tak harus mahal, tak harus homogen seragamnya, tak harus mahal alat-alat yang dipergunakan untuk berkreasi.

Faqidusyai' laa yu'thi. Kita tidak bisa memberi jika tidak punya. Wallahua'lam bi showab.

0 komentar:

Posting Komentar