INFO

DALAM RANGKA TAHUN BARU MASEHI #2012: BLOG SEDANG DIPERMAK ULANG.

Setelah Sarjana emang mau apa?

Written By Informasi singkat tentang saya on Rabu, 27 Februari 2008 | 18.37

Setelah membaca tulisan yang saya posting dengan judul "Makna Belajar Bagi Orang Dewasa", saya jadi ingat cerita sewaktu saya naik sebuah taxi juga. Waktu itu, sang sopir taxi pun bertanya,

"kuliah mbak?" tanyanya
"iya pak."
"di mana?"
"di unair jurusan psikologi."
"sekarang cari pekerjaan semakin sulit mbak. saya coba nyari-nyari dan masukkan banyak lamaran pekerjaan nggak dipanggil-panggil." katanya sambil terus memandangi arah depan.
"oo... iya pak." jawab saya
"klo nggak ada jaringan atau teman dekat ya susah mbak. nggak bisa."
"iya pak." jawabku. Saya hanya membatin saja, "hmm... berarti saya harus bersyukur ya, hidup menjadi kader dakwah. di mana-mana bisa banyak jaringan. Namun, juga tegrantung usaha dan kerja keras individu juga.

***

Di atas adalah cerita pertama. Cerita berikutnya, ada lagi cerita. Yang mungkin biasa kita dengar dan kita temukan. Beberapa hari lalu sempat berbicang dengan salah seorang teman di kantor, yang baru saja bercerita banyak mengenai yudisiumnya. Dan dia bercerita ada salah satu teman yang sempat ia tanyai.
"Habis lulus mau ke mana mas?" tanyanya.
"Yah... biasa mas, cari pekerjaan."
"Ya klo belum dapat?"
"Yah nggak tahu mas."

***

Cerita lainnya, salah seorang teman saya yang sedang menyemangati saya untuk segera lulus. Yah maklum, kita teman seperjuangan di kampus, seangkatan pula. Dan tiba-tiba dia berkata, "Eh, tapi kamu enak ya As, kamu kan udah kerja. Klo aku kan masih harus cari kerja." bilangnya. Dan, saya hanya tersenyum.

#########################

Beberapa fenomena dan cerita di atas, sedikit saya berfleksi bahwa begitu banyak mahasiswa lulusan sebuah perguruan tinggi (swasta dan negeri), tidak pandang bulu, favorit atau un-favorit, semua sama. Ternyata memang tidak semua dapat rejeki yang baik. Allah memerintahkan manusia untuk berkerja secara baik dan profesional. Bekerja sesuai dengan kemampuan dan bersungguh-sungguh, serta diminta untuk ber-fastabiqul khoirot antar sesama.

Memang tidak salah bahwa salah satu pintu rejeki adalah jaringan, dan jaringan adalah silaturahim. Aa Gym juga pernah memberikan tim luar biasanya bahwa rahasia suksesnya adalah perbanyak silaturahim. Dan memang Rasulullah saw bersabda bahwa kita pun diminta untuk perbanyak silaturahim. Karena salah satu keuntungannya adalah memperluas rejeki. Karena dari silaturahim tersebut, antara satu dengan yang lain, hubungan secara emosional pun terbangun. Sudah bisa ditebak, apabila yang satunya ada kesulitan dan butuh pekerjaan, apalagi orang yang dikenal sudah cukup akrab dengan kita dan paham betul bagaimana kita. Apabila kita bisa mumpuni untuk bekerja (dalam pandangan dia) pastilah tidak tanggung-tanggung kita bisa jadi termasuk orang yang lebih awal ditawari pekerjaan tersebut.

Skill atau kemampuan individu juga sangat berperan dalam penentuan hal ini. Skill dapat ditanam dan dipupuk melalui belajar berorganisasi di tempat kita mengenyam pendidikan. Karena pengalaman berharga yang kita dapatkan di organisasi, tidak kita dapatkan di sekolah atau universitas. Teori mungkin dapat, akan tetapi pengembangan pengalaman di lapangan pastilah tidak kita dapatkan. Dan memang berbeda antara orang yang aktif berorganisasi dengan yang tidak.

Bagaimana cara mengatasi konflik, resolusi konflik, berpikir bijaksana, mengambil keputusan (decision making) perihal strategis, lobying, dan lain sebagainya hanya bisa kita dapatkan dan rasakan ketika kita menjalaninya sendiri. Karena sejatinya semakin kita banyak pengalaman, maka kita pun akan kaya.

Nilai IPK yang kita miliki saat ini, itu pun tidak selalu menjamin masa depan seseorang. Sebuah cerita di kampus saya, Psikologi Unair. Ada salah seorang mahasiswa yang baru lulus sekitar 6 tahun. Nilai IPK nya pun nggak bagus-bagus amat. Bahkan di bawah standart, dan pernah menjadi salah seorang mahasiswa yang masuk ke dalam daftar ancaman DO karena nilai IPK yang didapat. Akan tetap karena pertimbangan pihak dekanat yang seharusnya Fakultas Psikologi itu harus menjadi fakultas yang justru bisa memberi semangat kepada mahasiswanya, yang tidak semangat belajar menjadi semangat, dst, akhirnya si mahasiswa tersebut masih tetap bertahan. Aktivitas di akhir semester yang masih ia geluti adalah ikut ke dalam tim penelitian fakultas.

Didukung kemampuan komunikasi sosialnya yang bagus dengan lingkungan, banyak teman-teman yang menyukainya. Dan alhasil, tidak diduga-duga setelah dia lulus dengan nilai IPK yang kurang memuaskan dan di bawah standart, ternyata beberapa bulan kemudian, ia memberitahukan kepada dosenya bahwa ia diterima kerja di sebuah perusahaan besar dengan jabatan Kepala sebuah departemen. Subhanallah.... memang rejeki tidak diduga-duga ya...

Akhir kata, nilai IPK tidak selalu menjamin kita bisa sukses. Karena IPK bukan segala-galanya. Trend dunia pekerjaan sekarang pun lebih bertanya kepada "apa yang kamu bisa?' bukan "berapa IPK-mu atau dari lulusan universitas mana?". Karena yang ditekankan adalah lebih kepada kapabilitas seseorang dalam menjalankan tugas.

Pengalaman bekerja terlebih dahulu sebelum lulus, ternyata memiliki andil yang cukup besar pula dalam menyumbangkan ilmu yang kita miliki. Bahasa saya, mungkin lebih kepada cara belajar pragmatis. Karena di lapangan, tentu akan banyak persoalan yang dihadapi. Dan tentunya tidak bisa dihadapi dengan teori, teori, dan teori saja. Namun aplikasi dan respon langsung di lapangan. Kematangan dalam hal pengalaman setelah lulus akan menambah kepercayaan diri seseorang justru bisa meningkat lebih baik. Karena dia sudah berpengalaman bekerja sebelum lulus. Serta ilmu yang dimiliki banyak yang sudah didapat dari lapangan (lingkungan nyata) langsung. Selain itu, adanya perbenturan antara teori yang kita miliki dengan persoalan yang kita hadapi di lapangan, justru semakin membuat kita tahu bagaimana kita menerapkan teori dalam konteks lapangan seperti yang pernah kita temui.

Dan memang, pengalaman adalah guru yang terbaik... Saya pernah ingat apa yang dinasihatkan ayah saya kepada saya terkait dengan lulusan sarjana. Ada satu kalimat yang masih sangat saya ingat hingga saat ini, yang kemudian cukup menjadi motivator saya. "
... Yo mosok antara sarjana karo wong sing lulusan SD atau SMA ae podo. Yo kudune dadi wong lulusan sarjana kuwi kudune bedo! Mosok yen lulus SD ae trus kerjone ngerek, trus lulusan sarjana yo ngerek. Kudune sarjana kuwi bisa lebih kreatif dan iso mikir thithik tentang masa depane. Meski misale dodol, dodolane jenenge podo-podone dodolan bakso yo kudu bedo. Lulusan SMA dodolan baksone nggowo grobak, lulusan sarjana yo kudu bedo, misale mbuka toko opo restoran opo piye? ojo podo."
So, setelah lulus dan mendapatkan gelar sarjana, lalu mau apa?

0 komentar:

Posting Komentar