INFO

DALAM RANGKA TAHUN BARU MASEHI #2012: BLOG SEDANG DIPERMAK ULANG.

Laskar Lentera: "Ayahku punya pacar lagi."

Written By Informasi singkat tentang saya on Senin, 05 April 2010 | 00.29

Siang itu lelah benar rasanya. Ngantuk... selepas mengisi pelatihan kepemimpinan 1 di Masjid Muhajirin. Saya melihat jam dinding waktu itu, masih ada sekitar 2 jam untuk istirahat. Ya, paling tidak tidur sejenak. Maklum, siangnya harus ke TKP, tempat nongkrong (baca: daerah binaan di lokalisasi). Akhirnya ijin pulang untuk istirahat itupun tak jadi karena diskusi tentang investasi emas. Hingga akhirnya adzan dhuhur berkumandang. Sudah siap-siap mau pulang, eh... kok ada kawan lagi yang barusan nyampai dan pengen ngajak ngobrol-ngobrol (baca: diskusi) lagi.Luar biasa. Tak masalah lah, aku harus belajar untuk bertahan dengan berbagai aktivitas dan berbagai ketertundaan untuk istirahat atau sekedar tiduran.Bismillah, semoga Allah selalu memberi kekuatan saja bagiku.

Diskusi-diskusi panjang lebar alias luas. Kami berbincang soal daerah binaan di beberapa tempat dan pelatihan pembekalannya. Sesekali kami menyinggung persoalan-persoalan yang terjadi di lapangan dan perihal koordinasi para pelaksana di lapangan. Tak apa, diskusi untuk sebuah solusi dan pemahaman suhu tak ada ruginya.

Tak lama kemudian, jam di HP ku sudah menunjukkan hampir jam 1 siang. Haduh, aku harus bergegas untuk berangkat, kata hatiku. Tapi masih saja saya bergeletakan di lantai, rasa ingin tidur saja. Meski demikian, tetap tidak bisa. Bagaimana tidak? Saya penanggung jawab umum program pendampingan, salah satu crew menanyakan kehadiran saya di lokasi untuk menemani karena tidak ada kawan. Maklumlah. kawanku seorang perempuan. Di daerah lokalisasi begitu harus ada kawan yang menemani.Dulu pengalaman awal, khawatir kalau diajak sama Mami-Mami :D atau ditawari sama Mucikarinya. Hehe...

Akhirnya saya berangkat ke TKP. Seperti biasa saya memarkir di salah satu tempat miliknya pengurus sebuah yayasan penggerak di situ juga. Lumayan, selalu dapat gratisan :D, karena tidak mau dibayar setiap kali selesai memarkir motor kami. Tapi mudah-mudahan Allah melancarkan rezekinya. Amiin.

Sesampai di parkiran, tepat banget ketemu sama kawan saya yang barusan SMS. Oke... kita berangkat bareng ke TKP, tempat biasa kami melakukan aktivitas di sana (baca:aktivitas mengajar maksudnya). Sekitar 200 meter kami berjalan, kami pun disambut oleh adik-adik dengan meriah, "Kakaaaaaaaaaak....." sambil merangkulkan kedua tangannya ke kami berdua. Huhh... dikatakan menyenangkan, ya menyenangkan. Dikatakan menyebalkan ya menyebalkan. Dijalani ajalah karena tanggungjawab pada Allah.

Sesampai di TKP ternyata ruangan dalam tidak bisa dipergunakan. Mengapa? Ada apakah gerangan? "Jangan di dalem kak, ada bathang (baca: bangkai) tikus" kata salah seorang adik. Saya pun mencoba melihat dan membaui ke dalam. Huff, bau juga tapi nggak tahu tikusnya di sebelah mana. Ya sudah, akhirnya terpaksa kami pun melakukan aktivitas di emperan depan ruangan tempat biasa kami mengajar.

Tak lama kemudian, ada 2 adik yang datang ke saya. Salah satunya sambil berteriak, "kak Asri...". "Ya?" kataku. Sang adik itupun melemparkan sebuah buntalan kertas bergaris yang cukup kucel. Kucel banget pokoke... Karena terlempar dan saya hendak mengajari adik-adik untuk memberikan dengan baik, saya pun tidak menerima lemparan kertas itu. Hingga akhirnya adik itu mengambilnya lagi dan memberikannya kepada saya. Ketika saya buka, entah isinya apa. Karena menulis dengan menggunakan pensil yang tidak begitu kentara, HB, dan ejaannya agak kacau.

"Kak, M*** mau pindah kak." kata salah seorang adik
"Pindah?" kataku
Lalu saya pun memanggil M*** untuk saya ajak dialog.
"Kamu mau kemana?" kataku
Dengan wajah tertunduk dan mulut agak ke depan (nampak wajah yang kesal), dengan jari tangan memegangi kaki, M*** bilang, "aku mau pulang kak... pulang ke desa besok."
"ke desa? di mana itu?" kataku sambil merayu
"di sana..."sambil menunjukkan ke arah Selatan.
" di mana itu? jauh?"
"di Surabaya kak... " jawabnya
Saya punya perasaan yang berbeda waktu itu. Pulang ke desa? Tapi kok masih di Surabaya? Ada perasaan yang tidak nyaman waktu itu. Saya merasakan ada sesuatu yang terjadi pada anak ini.

"Trus kamu kapan pulangnya?" tanyaku kembali
"besok." jawabnya, lagi-lagi menunduk pandangannya
Entah kenapa aku merasakan sesuatu hal dan agak berbeda lagi...
'Trus kapan kamu kembali ke sini?"
"Besok" Jawabnya
"Kamu pulang ke desa, besok. Ya? trus kamu pulang balik ke sini lagi kapan?"
"besok kak..." jawabnya
Beberapa kali saya tanya kapan kamu balik kesini, pasti jawabnya besok. Padahal besok adalah hari dia berangkat untuk pergi.
"Rumahku katanya dikontrak orang kak. Jadi aku besok pulang ke desa tiga hari." lanjutnya
"sama siapa kamu pulang?"
"sama ibu." jawabnya lagi

Dan tiba-tiba ada salah seorang adik nylethuk. "Kak, M*** mau pergi.Dia nggak kembali lagi ke sini kak itu..."
Deg! Agak berbeda saya merasa. "Iya bener, kamu nggak kembali?"
"Aku pergi tiga hari kak. Rumahku dikontrak orang.Aku besok pulang ke desa." Katanya lagi
Wah, nggak tahu lagi lah... setiap kali tak tanya mesti jawabnya tidak berbeda. Surat kucelan yang sempat diberikan ke saya akhirnya saya buka dan saya baca. Masih kurang begitu jelas bacanya. Tapi disitu ada sebuah kalimat sederhana pulang 3 hari, dan akan datang karena janji les 3 hari. Entahlah saya tambah agak kurang baik feelingnya.

"kakak boleh berkunjung ke rumahmu?"tanyaku. Langsung saja saya putuskan untuk menemui keluarganya untuk menanyakannya waktu itu.
Dan anak itu pun mengangguk tanda boleh.
"kakak, kerumahmu sekarang ya. Rumahmu yang mana? ibu ada? bisa dianterin ke rumah?"
anak itu tersenyum dan menggeleng. "Rumahku dibongkar kak... ibu bersih-bersih di rumah". Apalagi ini yang terjadi? Akhirnya saya pun tetap merayu M*** dengan gaya saya mengajak dialog. Awalnya dia putuskan boleh. Namun, ketika ada salah seorang pengajar hendak meminta ijin pulang, M*** saya minta untuk menemani dan mengantar kawan pengajar saya untuk berkunjung. Tapi M*** tidak bersedia.

"Rumahmu yang mana?" tanyaku
"di sana... jauh kak... nomor tujuh belas."jawabnya

karena M*** tidak bersedia. Oke, saya putuskan kawan pengajar yang hendak pulang saya minta untuk silaturahim ke rumahnya. Seingat saya anak ini rumahnya juga dipakai wisma. "Anti minta tolong sebelum pulang mampir kerumahnya dek M*** ya?"
"aku sendiri mbak?" jawab kawan pengajarku
"Iya... opsinya pilih salah satu. Anti pulang dan mampir atau aku yang ke sana anti tetap di sini dulu? Katanya rumahnya lagi dibongkar, jadi kesimpulanku sepertinya tidak aktivitas (baca: aktivitas wisma) yang terjadi. Ibunya katane lagi bersih-bersih rumah. Nomernya tujuh belas rumahnya." kataku

Sampai saya menulis tulisan ini saya belum bertanya reportnya apa terkat silaturahimnya.

Singkat cerita, seperti biasa pula kami pergi ke Masjid bersama-sama untuk melakuakn sholat berjamaah antar adik-adik sendiri. Kami pengajar mengawasi dan membenarkan apabila ada yang keliaru. Termasuk harus mengendalikan mereka sebelum sholat. Luar biasa... Ya Rabb... Begitulah dunia anak-anak. Jarang pergi ke Masjid yang tempatnya luas dan enak, mereka berteriak-teriak, lari kesana kemari, bekerjaran. Wis, nggak karuan. Terpaksa jurus peran emosiku keluar. Biar mereka juga mengetahui, kalau kakak-kakaknya marah jika mereka tidak menuruti apa yang dikatakan kakak-kakaknya. Akhirnya cara ini pun sedikit berhasil. Paling tidak bisa mengembalikan mereka dan menyiapkan kembali untuk sholat ashar bersama. Hingga akhirnya selesai dan berdoa dan pulang kerumah masing-masing.

Saya dan kawan pengajar perempuan masih ada di situ. Dan kami pun sempat share terkait dengan dek M***. Dan ternyata dari hasil informasi kawan saya ini, akan pindah menetap. Dan hari ini adalah hari perpisahannya dengan teman-temannya di sini. M*** memberikan sebuah boneka. Satu untuk semua katanya. Dan M*** sempat mengatakan, "iya kak, ayahku punya pacar lagi..." Cletukan adik-adik yang lain yang lugu juga didengarnya. "Iya kak, M*** itu mau pindah ke rumah kaya kak..."

Entahlah, saya belum tahu apa yang terjadi sebenarnya. Salah seorang kawan pengajar yang ijin duluan pun belum saya tanyai. Bagaimana hasil silaturahimnya. "Mbak, kok kayak gitu ya?" tanya kawan pengajar perempuan yang masih bersamaku. Saya pun hanya tersenyum dan menyampaikan, "kalau anti tahu, diantara adik-adik itu ada juga dulu yang pernah nangis ketika di tengah-tengah kita. Dan akhirnya saya tanya, anaknya tidak mau menjawab karena masih menangis. Teman-temannya yang menjawab. 'dia nangis kak, besok ayahnya pulang'."
"Pulang? kok malah nangis ayahnya pulang?" tanyaku. Karena saya masih berpikiran bahwa mereka adalah dari orang tua yang rumah tangga biasa.
"Ayahnya itu pulang habis keluar dari penjara kak. Besok ayahnya keluar dari penjara, besok pulang. Dia sedih kak..." Allahu Rabbi...

"Lha trus mbak, apa mereka tahu mbak, aktivitas orangtuanya yang wisma itu?" tanya kawanku
"Ya Allah... nggak usah dikasih tahulah. Mereka itu kan tinggalnya di rumah. Rumahnya dipakai wisma. Di sana ada karaoke, ada jogetan, ada bir, ada wanita, ada laki-laki, ada kamar-kamar. Mereka tak perlu dikasih tahupun, mereka kan bisa melihat sendiri?" kataku
"Aduuh mbak... kok ngeri ya. Sehari-harinya mereka harus berhadapan dengan dunia nyata yang seperti itu. Hiiiii...." tandasnya.
"Belum lagi ada adik kita itu sempat cerita ke aku. Ayahnya menelantarkan dia sama ibunya. Selingkuhlah... wis nggak ngerti lagi lah." tambahku..

Begitulah pembicaraan kami berakhir di masjid. Kami pun pulang dengan berjalan kaki menuju tempat parkiran. Di jalan, kami pun masih disambut adik-adik dengan lugu dan senyumnya yang tulus. Bahkan rengekan seperti biasa, masih mereka lakukan. "Kak.. mbonceng ya.. aku ikut ya kak.."
Tapi kataku, "nggak bisa sayang. kakak mau pulang. kamu di sini dan nggak bisa ikutan kakak. oke pamit ya, kamu pulang."

***

Huff.. harus tetap bertahan. Itu kata hatiku. Apalagi saya adalah PJ program ini. Harus bertahan dan menambatkan keyakinan. Meski masyarakat belum berubah, tapi mudah-mudahan Allah selalu memberi kekuatan dan ide-ide untuk menciptakan sebuah solusi dan jalan keluar. Saya menyakini itu. Meski terkadang naik turun dan maju mundur untuk tetap bertahan.

Ya Allah, jadikanlah adik-adik kami yang di sana kader-kadermu yang hebat. Yang mengerti agamamu dan menjadi bagian pejuang jihad dijalan-Mu. Meski sekarang ini kadang membuat kami kesal, tapi kuatkan kami untuk selalu sabar mendidik mereka. Kami menyakini bahwa minimal salah satu diantara mereka akan menjadi pejuang dijalan-Mu. Dan jadikan apa-apa yang kami sampaikan dan ajarkan kepada adik-adik kami bisa selalu teirngat di mereka. Kuatkan kami dan saudara-saudara kami dalam kondisi apapun Ya Allah, agar kami tetap bertahan. Semoga setelahku, akan ada generasi penerus di sana. Amiin.

3 komentar:

pakde kaconk mengatakan...

subhanallah,semangat mbak.aku doakan semoga istiqomah.waktu membaca tulisan mbak, aku sempat pengen nangis, betapa perjuangan dakwah ku tidak sekeras dan serumit dari yang telah mbak lakukan.....
doakan aku tetep dalam jalan dakwah ini...
semangat mbak...innallaha ma`ana

Anonim mengatakan...

semangat mbak, keep istiqomah,
begitu rumit...&y&

namovanma mengatakan...

@ rijal: amiin, begitu juga dgn rijal ya. semoga tetap istiqomah :)

@ budiman: yups keep istiqomah juga buatmu. enggak rumit amat kok, disederhanakan aja. nanti tambah puyeng :D

Posting Komentar